Mengenai Saya
Pengikut
Sms Gratis
Komentar
Senat bsi Tangerang
..
Di luar peranan
politik dan militer, Sultan Agung dikenal sebagai penguasa yang besar
perhatiannya terhadap perkembangan islam di tanah jawa. Ia
adalah pemimpin yang taat beragama, sehingga banyak memperoleh simpati dari
kalangan ulama. Secara teratur, ia pergi ke masjid, dan para pembesar
diharuskan mengikutinya. Untuk memperkuat suasana keagamaan, tradisi khitan,
memendekkan rambut bagi pria, dan mengenakan tutup kepala berwarna putih,
dinyatakan sebagai syariat yang harus ditaati.
Bagi Sultan
Agung, Kerajaan Mataram adalah kerajaan islam
yang mengemban amanat Tuhan di tanah jawa. Oleh sebab itu, struktur serta
jabatan kepenghuluan dibangun dalam sistem kekuasaan kerajaan. Tradisi
kekuasaan seperti sholat jumat di masjid, grebeg ramadan, dan upaya
pengamanalan syariat islam merupakan bagian tak terpisahkan
dari tatanan istana.
Sultan agung
juga berprediksi sebagai pujangga. Karyanya yang terkenal yaitu kitab Serat
Sastra Gendhing. Adapun kita serat Nitipraja digubahnya pada tahun 1641 M.
Serat sastra Gendhing berisi tetang budi pekerti luhur dan keselarasan lahir
batin. Serat Nitipraja berisi tata aturan moral, agar tatanan masyarakat dan
negara dapat menjadi harmonis. Selain menulis, Sultan Agung juga memerintahkan
para pujangga kraton untuk menulis sejarah babad tanah jawi.
Di antara semua
karyanya , peran sultan agung yang lebih membawa pengaruh luas adalah dalam
penanggalan. Sultan agung memadukan tradisi pesantren islam
dengan tradisi kejawen dalam perhitungan tahun. Masyarakat pesantren biasa
menggunakan tahun hijriah, masyarakat kejawen menggunakan tahun Caka atau saka.
Pada tahun 1633, Sultan Agung berhasil menyusun dan mengumumkan berlakunya
sistem perhitungan tahun yang baru bagi seluruh mataram. Perhitungan itu hampir
seluruhnya disesuaikan dengan tahun hijriah, berdasarkan perhitungan bulan.
Namun, awal perhitungan tahun jawa ini tetap sama dengan tahun saka, yaitu 78
m. Kesatuan perhitungan tahun sangat penting bagi penulisan serat babad.
Perubahan perhitungan itu merupakan sumbangan yang sangat penting bagi
perkembangan proses pengislaman tradisi dan kebudayaan jawa
yang sudah terjadi sejak berdirinya kerajaan demak. Hingga saat ini, sistem
penanggalan ala sultan Agung ini masih banyak digunakan.
Sejak masa sebelum sultan Agung
pembangunan non-militer memang telah dilakukan. Satu yang layak disebut,
panembahan Senopati menyempurnakan bentuk wayang dengan tatanan gempuran.
Setelah zaman senopati, mas jolang juga berjasa dalam kebudayaan, dengan
berusaha menyusun sejarah negeri demak, serta menulis beberapa
kitap suluk. Misalnya Sulu Wujil (1607 M) yang berisi wejangan Sunan bonang
kepada abdi raja majapahit yang bernama Wujil. Pangeran Karanggayam juga
menggubah Serat Nitisruti (1612 m) pada masa mas jolang.
Menjelang akhir hayatnya. Sultan
agung menerapkan peraturan yang bertujuan mencegah perebutan tahta, antara
keluarga raja dan putra mahkota. Di bawah kepemimpinan Sultan Agung, Mataram
tidak hanya menjadi pusat kekuasaan, tapi juga menjadi pusat penyebaran islam.
Sultan Agung
meninggal pada Februari 1646. ia dimakamkan di puncak Bukit Imogiri, Bantul
,Yogyakarta. Selanjutnya, Mataram diperintah oleh putranya, Sunan Tegalwangi,
dengan gelar Amangkurat I ( 1646 – 1677). Dalam masa pemerintahan Amangkurat I,
kerajaan mataram mulai mundur. Wilayah kekuasaan mataram berangsur-angusr
menyempit karena direbut oleh kompeni VOC. Yang paling mengenaskan, pada tahun
1675, Rade Trunajaya dari Madura memberontak. Pemberontakannya demikian tak
terbendung, sampai-sampai Trunajaya berhasil menguasai keraton Mataram yang
waktu itu teletak di Plered. Amangkurat terlunta-lunta mengungsi, dan akhirnya meninggal
di Tegal.
Sepeninggal Amangkurat I,
Mataram dipegang oleh Amangkurat II yang menurunkan Dinasti Paku Buwana di Solo
dan Hamengku Buwana di Yogyakarta. Amangkurat II meminta bantuan VOCuntuk
memadamkan pemberontakan Trunajaya.
Setelah berakhirnya Perang Giyanti (1755), wilayah kekuasaan mataram semakin terpecah belah. Berdasarkan perjanjian giyanti, mataram dipecah menjadi dua, yakni mataram sukrakarta dan mataram yogyakarta. Pada tahun 1757 dan 1813, perpecahan terjadi lagi dengan munculnya Mangkunegara dan pakualaman. Di masa pemerintahan Hindia Belanda, keempat pecahan kerajaan mataram ini disebut sebagai vorstenlanden.
Setelah berakhirnya Perang Giyanti (1755), wilayah kekuasaan mataram semakin terpecah belah. Berdasarkan perjanjian giyanti, mataram dipecah menjadi dua, yakni mataram sukrakarta dan mataram yogyakarta. Pada tahun 1757 dan 1813, perpecahan terjadi lagi dengan munculnya Mangkunegara dan pakualaman. Di masa pemerintahan Hindia Belanda, keempat pecahan kerajaan mataram ini disebut sebagai vorstenlanden.
Saat ini,
keempat pecahan Kesultanan Mataram tersebut masih melanjutkan dinasti
masing-masing. Bahkan peran dan pengaruh pecahan mataram tersebut, terutama
kesultanan Yogyakarta masih cukup besar dan diakui masyarakat.
Sumber:http://ridwanaz.com/islami/sejarah-islam/sejarah-agama-islam-di-indonesia-kerajaan-mataram/
Sumber:http://ridwanaz.com/islami/sejarah-islam/sejarah-agama-islam-di-indonesia-kerajaan-mataram/
Langganan:
Komentar (Atom)






0 komentar:
Posting Komentar