.


Pada tahun 1590, penembahan senopati atau biasa disebut dengan senopati menguasai madiun, yang waktu itu bersekutu dengan surabaya. Pada tahun 1591 ia mengalahkan kediri dan jipang, lalu melanjutkannya dengan penaklukkan Pasuruan dan Tuban pada tahun 1598-1599.
sejarah islam
panembahan senopati

panembahan senopati
Sebagai raja islam yang baru, panembahan senopati melaksanakan penaklukkan-penaklukan itu untuk mewujudkan gagasannya bahwa mataram harus menjadi pusat budaya dan agama islam, untuk menggantikan atau melanjutkan kesultanan demak. Disebutkan pula dalam cerita babad bahwa cita-cita itu berasal dari wangsit yang diterimanya dari Lipura (desa yang terletak di sebelah barat daya Yogyakarta). Wangsit datang setelah mimpi dan pertemuan senopati dengan penguasa laut selatan, Nyi Roro Kidul, ketika ia bersemedi di Parangtritis dan Gua Langse di Selatan Yogyakarta. Dari pertemuan itu disebutkan bahwa kelak ia akan menguasai seluruh tanah jawa.
Sistem pemerintahan yang dianut Kerajaan mataram islam adalah sistem Dewa-Raja. Artinya pusat kekuasaan tertinggi dan mutlak adaa pada diri sulta. Seorang sultan atau raja sering digambarkan memiliki sifat keramat, yang kebijaksanaannya terpacar dari kejernihan air muka dan kewibawannya yang tiada tara. Raja menampakkan diri pada rakyat sekali seminggu di alun-alun istana.
Selain sultan, pejabat penting lainnya adalah kaum priayi yang merupakan penghubung antara raja dan rakyat. Selain itu ada pula panglima perang yang bergelar Kusumadayu, serta perwira rendahan atau Yudanegara. Pejabat lainnya adalah Sasranegara, pejabat administrasi.
Dengan sistem pemerintahan seperti itu, Panembahan senopati terus-menerus memperkuat pengaruh mataram dalam berbagai bidang sampai ia meninggal pada tahun 1601. ia digantikan oleh putranya, Mas Jolang atau Penembahan Seda ing Krapyak (1601 – 1613).
Peran mas Jolang tidak banyak yang menarik untuk dicatat. Setelah mas jolang meninggal, ia digantikan oleh Mas Rangsang (1613 – 1645). Pada masa pemerintahannyalah Mataram mearik kejayaan. Baik dalam bidang perluasan daerah kekuasaan, maupun agama dan kebudayaan.
Pangeran Jatmiko atau Mas Rangsang Menjadi raja mataram ketiga. Ia mendapat nama gelar Agung Hanyakrakusuma selama masa kekuasaan, Agung Hanyakrakusuma berhasil membawa Mataram ke puncak kejayaan dengan pusat pemerintahan di Yogyakarta.
Gelar “sultan” yang disandang oleh Sultan Agung menunjukkan bahwa ia mempunyai kelebihan dari raja-raja sebelumnya, yaitu panembahan Senopati dan Panembahan Seda Ing Krapyak. Ia dinobatkan sebagai raja pada tahun 1613 pada umur sekitar 20 tahun, dengan gelar “Panembahan”. Pada tahun 1624, gelar “Panembahan” diganti menjadi “Susuhunan” atau “Sunan”.
Pada tahun 1641, Agung Hanyakrakusuma menerima pengakuan dari Mekah sebagai sultan, kemudian mengambil gelar selengkapnya Sultan Agung Hanyakrakusuma Senopati Ing Alaga Ngabdurrahman.
Karena cita-cita Sultan Agung untuk memerintah seluruh pulau jawa, kerajaan Mataram pun terlibat dalam perang yang berkepanjangan baik dengan penguasa-penguasa daerah, maupun dengan kompeni VOC yang mengincar pulau Jawa.
Pada tahun 1614, sultan agung mempersatukan kediri, pasuruan, lumajang, dan malang. Pada tahun 1615, kekuatan tentara mataram lebih difokuskan ke daerah wirasaba, tempat yang sangat strategis untuk menghadapi jawa timur. Daerah ini pun berhasil ditaklukkan. pada tahun 1616, terjadi pertempuran antara tentara mataram dan tentara surabaya, pasuruan, Tuban, Jepara, wirasaba, Arosbaya dan Sumenep. Peperangan ini dapat dimenangi oleh tentara mataram, dan merupakan kunci kemenangan untuk masa selanjutnya. Di tahun yang sama Lasem menyerah. Tahun 1619, tuban dan Pasuruan dapat dipersatukan. Selanjutnya mataram berhadapan langsung dengan Surabaya. Untuk menghadapi surabaya, mataram melakukan strategi mengepung, yaitu lebih dahulu menggempur daerah-daerah pedalaman seperti Sukadana (1622) dan Madura (1624). Akhirnya, Surabaya dapat dikuasai pada tahun 1625.
Dengan penaklukan-penaklukan tersebut, Mataram menjadi kerajaan yang sangat kuat secara militer. Pada tahun, 1627, seluruh pulau jawa kecuali kesultanan Banten dan wilayah kekuasaan kompeni VOC di Batavia ttelah berhasil dipersatukan di bawah mataram. Sukses besar tersebut menumbuhkan kepercayaan diri sultan agung untuk menantang kompeni yang masih bercongkol di Batavia. Maka, pada tahun 1628, Mataram mempersiapkan pasukan di bawah pimpinan Tumengggung Baureksa dan Tumenggung Sura Agul-agul, untuk menggempur batavia.
Sayang sekali, karena kuatnya pertahanan Belanda, serangan ini gagal, bahkan tumengggung Baureksa gugur. Kegagalan tersebut menyebabkan matara bersemangat menyusun kekuatan yang lebih terlatih, dengan persiapan yang lebih matang. Maka pada pada 1629, pasukan Sultan Agung kembali menyerbu Batavia. Kali ini, ki ageng Juminah, Ki Ageng Purbaya, ki Ageng Puger adalah para pimpinannya. Penyerbuan dilancarkan terhadap benteng Hollandia, Bommel, dan weesp. Akan tetapi serangan ini kembali dapat dipatahkan, hingga menyebabkan pasukan mataram ditarik mundur pada tahun itu juga. Selanjutnya, serangan mataram diarahkan ke blambangan yang dapat diintegrasikan pada tahun 1639.
                                                                                            << Kembali                            Berikut nya >>